Selasa, 29 April 2008

Tugas Perkembangan 1

Carilah informasi tentang Landasan Sosial Budaya dan Landasan IPTEK bagi aktivitas Bimbingan Karier.

1. Landasan Sosial Budaya

Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.

Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

2. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.

Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).

Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.

Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.

Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.

Tugas Perkembangan 2

Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi antara individu dan lingkungan.



Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat. belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah laku keterampilan, kecakapannya, kemampuannya, daya reaksinya, dan daya penerimaannya.

Jadi belajar adalah sebuah proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa. Belajar merupakan suatu proses diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui situasi yang ada pada siswa.

  1. Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain, Behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Aplikasinya dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.

Adapun tokoh-tokoh dalam teori belajar behavioristik:

  1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)

2. Burrhus Frederic Skinner (1904- 1990)

3. Ivan Petrovich Pavlov (1849- 1936)

4. Robert Gagne (1916- 2002)

5. Albert Bandura (1925- masih hidup sampai sekarang)

Konsekuensinya teori behavioristik adalah para guru yang menggunakan paradigma behavioristik akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap shingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai

siswa disampaikan secara utuh oleh guru.

  1. Teori Belajar Kognitif

Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Menurut Piaget aspek aspek perkembangan kognitif yaitu

(1) sensory motor;

(2) pre operational;

(3) concrete operational dan

(4) formal operational

  1. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.

Transfer dalam Belajar yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaratertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

  1. Teori Belajar Konstruktivisme

Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:

1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.

2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.

3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.

4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.


Buatlah suatu instrumen wawancara atau daftar pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui: motif dan motifasi siswa, potensi bawaan siswa, pengaruh lingkungan belajar siswa, dan keunikan pribadi siswa.

Daftar Pertanyaan:

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan: Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Ragu-ragu (R), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS).

  1. Saya akan giat belajar di rumah meskipun tidak ada PR atau ulangan
  2. Saya senang membaca buku pelajaran sendiri walaupun tidak ada perintah dari guru.
  3. Saya tidak pernah menunda mengerjakan tugas atau PR yang diberikan oleh guru.
  4. Saya akan rajin belajar jika ditemani oleh orang tua.
  5. Suasana belajar yang ramai atau berisik membuat saya tidak bias belajar atau terganggu.
  6. Keadaan kelas yang bersih membuat saya lebih bersemangat dalam belajar.
  7. Saya tidak akan tenang dan tidak bias tidur jika belum selesai mengerjakan tugas atau PR.
  8. Saya lebih menyukai pelajaran exact (berhitung) daripada pelejaran social (menghapal).

Selasa, 01 April 2008

Permasalahan yang terjadi pada anak SMP Kelas VII

Permasalahan pad Anak SMP Kelas VII


Perkembangan adalah suatu proses yang dilalui oleh setiap individu dalam seumur hidup. Perkembangan remaja terbagi menjadi tiga yaitu: Perkembangan remaja awal, madya dan akhir. Perkembangan yang terjadi pada anak SMP Kelas VII merupakan perkembngan remaja awal, sekitar umur 11/12 sampai 13/14 tahun.


Lalu permasalahan apa yang sering terjadi pada masa Remaja Awal, terutama pada Anak SMP Kelas VII?



Sub Tugas Perkembangan: Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadp perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.

Bidang Bimbingan: Bimbingan Pribadi.

Rumusan Kompetensi:

1. Memahami perubahan fisik dan psikisnya yang terjadi pada diri sendiri.

2. Menerima perubahan fisik dan psikisnya yang terjadi pada diri sendiri.

3. Memahami pola hidup sehat.

4. Menjalankan pola hidup sehat.

Materi Pengembangan Kompetensi:

1. Fakta perubahan fisik dan psikis remaja.

2. Contoh-contoh sikap peneriman terhadap perubahan fisik dan psikis

3. a. Konsep pola hidup sehat.

b. Contoh-contoh pola hidup sehat

4. a. Cara-cara upaya mengembangkan kondisi hidup sehat.

b. Praktik cara-cara mengupayakan pengembangan kondisi hidup sehat.


Perkembangan yang sering nampak pada anak SMP Kelas VII di sekolah, yang merupakan peralihan dari masa kanak-kanak (SD) ke masa remaja awal (SMP) yang diperkirakan sekitar umur 11/12 sampai 13/14 tahunmulai memiliki permasalahan atau gejala yang beragam. Masa anak-anak yang akan menginjak masa remaja awal dianggap sebagai gejala (masa negatif).
Permasalahan:
  • Anak SMP kelas VII yang mulai mengalami perubahan jasmaninya yang nampak dari luar dan perubahan organisnya yang dengan cepat menuju masa kematangan, harus sudah siap. (pada anak perempuan menstruasi yang pertama).
  • Kondisi anak itu yang tidak tenang, mudah lelah, bersikap aneh dan risau, suasana hati yang murung dan pesimistik, membuat anak menjadi malas untuk bekerja atau belajar dan tidak mau untuk bergerak (aktif).
  • Anak yang terkadang salah dalam menyikapi dirinya sendiri karena terjadinya perubahan yang secara tiba-tiba.

Solusinya:

Sebagai seorang guru, perubahan yang terjadi pada diri anak didiknya dalam rangka memsuki masa remaja awal, maka harus ditangani dengan serius, butuh penanganan khusus agar tidak terjadi kesalahan untuk kedepannya. Seorang guru dengan sikap terbuka dan lembut harus menjelaskan secara matang tentang tugas-tugas perkembangan yang terjadi pada saat itu dan memberikan pengarahan secara benar tentang perkembangan yang terjadi pada dirinya juga sikapnya. Seorang guru juga harus menanamkan ajaran atau kaidah-kaidah tentang ajaran agama karena akan mempengaruhi sikap dan hubungan dalam bergaul (sosialnya) di masyarakan. dan anak itu juga harus memahami bahw sudah muai berfungsinya (matang) organ-organ seksualnya.